Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah sistem budaya mungkin
tidak terlalu asing bagi para pemerhati kehidupan sosial dan budaya masyarakat,
baik praktisi maupun akademisi. Istilah tersebut mulai menarik perhatian para
peneliti, khususnya peneliti kehidupan budaya masyarakat, karena sering
dihubungkan dengan perilaku masyarakat dalam kehiupan sehari-hari.
Sekilas, tampak nilai budaya sangat mempengaruhi
prilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari walaupun terkadang budaya yang
diturunkan dari nenek moyang sebagian besar tidak tertulis namun selalu
dipatuhi oleh masyarakat. Hal ini tidaklah aneh karena sanksi sosial bagi
masyarakat yang tidak mematuhi nilai-nilai budaya masyarakat setempat membuat
siapapun tidak akan merasa nyaman.
Tylor dalam Imran Manan
(1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu standar
tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang
lebih besar termasuk ke dalam ‘Nilai’. Hal ini di lihat dari aspek
penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap
kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan
orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu
masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem
perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang
bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan
nilai sebagai sebuah
konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau
sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan
dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.
Orientasi nilai budaya adalah Konsepsi
umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan
alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang
hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan
antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah disampaiakan diatas, maka permasalahan pokok dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut
:
1. Apakah
Sistem Nilai Budaya ?
2. Apakah
masalah dasar dalam kehidupan yang menentukan budaya manusia?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah
dikemukakan pada rumusan masalah, maka tujuan pembuatan
makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui secara teori tentang sistem nilai budaya
2. Untuk
mengetahui masalah dasar dalam kehidupan yang menentukan budaya
manusia
Bab
II. Pembahasan
2.1
Pengertian
Nilai Budaya
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari
kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang
kesemuanya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke dalam ‘Nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa
pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat
dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda
dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan
kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa
tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang
layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang
menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Jadi, Sistem Nilai Budaya ini merupakan rangkaian dari
konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap
penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak
berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong
perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata
kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk
abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam
bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
2.2
Masalah
Pokok dalam Kehidupan yang Menentukan Budaya Manusia
Kluckhohn mengemukakan
kerangka teori nilai nilai yang mencakup pilihan nilai yang dominan yang
mungkin dipakai oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah
pokok kehidupan, sebagai berikut:
Masalah pertama, yang dihadapi manusia dalam semua masyarakat adalah bagaimana mereka
memandang sesamanya, bagaimana mereka harus bekerja bersama dan bergaul dalam
suatu kesatuan sosial. Hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat tersebut
dapat mempunyai beberapa orientasi nilai pokok, yaitu yang bersifat linealism,
collateralism, dan indiviualism. Inti persoalannya adalah siapa yang harus
mengambil keputusan.
·
Masyarakat
dengan orientasi nilai yang lineal orang akan berorientasi kepada seseorang
untuk membuatkan keputusan bagi semua anggota kelompok.
·
Masyarakat
dengan orientasi nilai yang collateral, orientasi nilai akan berpusat
pada kelompok. Kelompoklah yang mempunyai keputusan tertinggi.
·
Masyarakat
dengan orientasi individualism, semua keputusan dibuat oleh individu-individu.
Individualisme menekankan hak tertinggi individu dalam mengambil
keputusan-keputusan dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan.
Masalah Kedua, Setiap manusia berhadapan dengan waktu. Setiap kebudayaan menentukan
dimensi dimensi waktu yang dominan yang menjadi ciri khas kebudayaan tersebut.
Secara teoritis ada tida dimensi waktu yang dominan yang menjadi orientasi
nilai kebudayaan suatu masyarakat, yaitu yang berorientasi ke masa lalu, masa
sekarang, dan masa depan. Dimensi waktu yang dominan akan menjiwai perilaku
anggota-anggota suatu masyarakat yang sangat berpengaruh dalam
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengejaran kemjuan.
Masalah Ketiga, Setiap manusia berhubungan dengan alam. Hubungan dapat berbentuk apakah
alam menguasai manusia, atau hidup selaras dengan alam, atau manusia harus
menguasai alam.
Masalah Keempat, Masalah yang mendasar yang dihadapi manusia adalah masalah kerja. Apakah
orang berorientasi nilai kerja sebagai sesuatu untuk hidup saja, ataukah kerja
untukmencari kedudukan, ataukah kerja untuk menghasilkan kerja yang lebih
banyak.
Masalah Kelima, Masalah kepemilian kebudayaan. Alternatif pemilikan kebudayaan yang tersedia
adalah suatu kontinum antara pemilikan kebudayaan yang berorientasi pada
materialisme atau yang berorientasi pada spiritualisme. Ada kesan bahwa
kebudayaan barat sangat berorientasi kepada materialisme sedang kebudayaan
timur sangat berorientasi kepada spiritualisme.
Masalah Keenam, Apakah hakekat hidup manusia. Orientasi nilai yang tersedia adalah
pandangan-pandangan bahwa hidup itu sesuatu yang baik, sesuatu yang buruk, atau
sesuatu yang buruk tetapi dapat disempurnakan.
Ahli lain yang menganalisa nilai inti atau pola orientasi nilai suatu
masyarakat adalah Talcots Parson. Dia telah memperkembangkan suatu taksonomi
nilai dasar yang dinamakannya ”pattern variables” yang menentukan makna
situasi-situasi tertentu dan cara memecahkan dilemma pengambilan keputusan.
Lima pattern tersebut adalah:
1.
Dasar-dasar
pemilihan objek terhadap mana sebuah orientasi berlaku, yaitu apakah pemilihan
ditentukan oleh keturunan (ascription) atau keberhasilan (achievement).
2.
Kepatutan atau
ketak-patutan pemuasan kebutuhan melalui tindakan ekspresif dalam konteks
tertentu, yaitu apakah pemuasan yang patut harus disarankan atas pertimbangan
perasaan, (affectivity) atau netral perasaan (affective neutrality).
3.
Ruang lingkup
perhatian dan kewajiban terhadap sebuah objek yaitu apakah perhatian harus
jelas dan tegas untuk sesuatu (specificity) atau tidak jelas dan tegas, atau
berbaur (diffuseness).
4.
Tipe norma yang
menguasai orientasi terhadap suatu objek yaitu apakah norma yang berlaku
bersifat universal (universlism) atau normanya bersifat khusus (particularism).
5.
Relevan atau
tidak relevannya kewajiban-kewajiban kolektif dalam konteks tertentu, yaitu
apakah kewajiban-kewajiban didasarkan kepada orientasi kepentingan pribadi
(self-orientation) atau kepentingan kolektif (collective orientation).
Menurut pandangan Sutan Takdir
Alisyahbana (STA) yang menggunakan struktur nilai-nilai yang universal yang ada
dalam masyarakat manusia. Menurut STA yang dinamakan kebudayaan adalah
penjelmaan dari nilai-nilai. Bagian penting adalah adalah membuat klasifikasi
nilai yang universal yang ada dalam masyarakat manusia. Dia merasa klasifikasi
nilai yang digunakan E. Spranger adalah yang terbaik untuk dipakai dalam
melihat kebudayaan umat manusia. Spranger mengemukakan ada 6 nilai pokok dalam setiap
kebudayaan, yaitu:
1.
Nilai teori
yang menentukan identitas sesuatu.
2.
Nilai ekonomi
yang berupa utilitas atau kegunaan.
3.
Nilai agama
yang berbentuk das Heilige atau kekudusan.
4.
Nilai seni yang
menjelmakan expressiveness atau keekspresian.
5.
Nilai kuasa
atau politik.
6.
Nilai
solidaritas yang menjelma dalam cinta, persahabatan, gotong royong dan lain-lain.
Keenam nilai ini masing-masing
mempunyai logika, tujuan, norma-norma, maupun kenyataan masing-masing. Menurut STA nilai-nilai yang dominan yang berfungsi menyusun organisasi
masyarakat adalah nilai kuasa dan nilai solidaritas. Didalam hidupnya manusia dinilai !! atau akan melakukan sesuatu karena
nilai. Nilai mana yang akan dituju
tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut. Misalnya, seorang
yang telah melakukan pembunuhan kemudian ia melakukan pengakuan dosa dihadapan
pendeta dan dalam pengakuannya itu ia benar-benar menggambarkan suatu kesalahan
atau dosa. Hal ini karena dilatarbelakangi nilai ketuhanan atas nilai baik dan
buruk menurut agama, sehingga membunuh itu dosa hukumnya dan yang melakukannya
itu salah.
Bab
III. Penutup
3.1
Kesimpulan
Sistem nilai budaya ini
merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat,
mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang
dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado
pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi
kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk
norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan
dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu
masyarakat.
Sedangkan
masalah pokok dalam kehidupan yang menentukan budaya manusia ada enam yaitu
sebagai berikut :
1. Masalah pertama, yang
dihadapi manusia dalam semua masyarakat adalah bagaimana mereka memandang
sesamanya, bagaimana mereka harus bekerja bersama dan bergaul dalam suatu
kesatuan sosial.
2. Masalah Kedua, Setiap manusia
berhadapan dengan waktu. Setiap kebudayaan menentukan dimensi dimensi waktu
yang dominan yang menjadi ciri khas kebudayaan tersebut.
3.
Masalah Ketiga, Setiap manusia berhubungan dengan alam. Hubungan dapat berbentuk apakah
alam menguasai manusia, atau hidup selaras dengan alam, atau manusia harus
menguasai alam.
4.
Masalah
Keempat, Masalah yang mendasar yang
dihadapi manusia adalah masalah kerja. Apakah orang berorientasi nilai kerja
sebagai sesuatu untuk hidup saja, ataukah kerja untukmencari kedudukan, ataukah
kerja untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak.
5.
Masalah Kelima,
Masalah kepemilian kebudayaan.
Alternatif pemilikan kebudayaan yang tersedia adalah suatu kontinum antara
pemilikan kebudayaan yang berorientasi pada materialisme atau yang berorientasi
pada spiritualisme.
6. Masalah Keenam, Apakah hakekat
hidup manusia. Orientasi nilai yang tersedia adalah pandangan-pandangan bahwa
hidup itu sesuatu yang baik, sesuatu yang buruk, atau sesuatu yang buruk tetapi
dapat disempurnakan.
Daftar Pustaka
1.
Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi
2.
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi
Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006.
Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25
postingan ini sangat menarik serta enak dibaca.... saya berharap bisa berkunjung lagi
BalasHapussaya sering berkunjung di blog-blog, postingan ini sangat menarik serta enak dibaca.... saya berharap bisa berkunjung lagi
BalasHapus